Minggu, 26 April 2009

Indikasi Trafficking Nol

Indikasi Trafficking Nol
DIREKTUR LSM Hiperpro Nunukan Hj Suarni mengungkapkan, belum ditemukan masyarakat Nunukan yang terindikasi trafficking. Kasus ini dijumpai justru pada sebagian besar masyarakat pendatang yang berstatus TKI atau buruh migran yang didatangkan dari luar pulau Nunukan ke Malaysia. Dikatakan, melihat fenomena yang ada sebagai daerah transit yang membuka jalur keluar masuknya orang-orang dari dalam dan luar negeri, dapat disimpulkan Kabupaten Nunukan berpotensi terjadinya tindak kejahatan trafficking . Saat deportasi besar-besaran di Nunukan beberapa tahun lalu, Nunukan sebagai halaman terdepan Indonesia di utara, harus menelan ‘pil pahit’ menerima kedatangan TKI yang dideportasi. Terlihat ratusan TKI dari Sabah, Malaysia memadati trotoar dan emperan pertokoan. “Setelah pemerintah berhasil memulangkan sebagian TKI ke kampung halaman, dalam waktu singkat, ada saja TKI yang berkeinginan kembali bekerja melanjutkan hidup di Malaysia,” katanya dan menuturkan, Hiperpro telah bekerjasama dengan lembaga internasional International Catholic Migration Commision (ICMC) dalam upaya pencegahan trafficking di Nunukan ini. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan pihak tak bertanggungjawab dalam menangani dan menyalurkan tenaga kerja ke Malaysia, yang sudah berlangsung lama, tanpa ada peduli untuk tanggap terhadap persoalan kemanusiaan. Diharapkan, PJTKI dapat memberikan pemahaman terhadap tenaga kerja, tentang orientasi pekerjaan di perusahaan yang menerima tenaga kerja, serta melengkapi dokumen-dokumen TKI sebelum melewati lintas batas negara. Sehingga memperkecil, sekaligus mencegah kriminalitas di perbatasan. Melihat realitas yang ada, lanjutnya, dunia internasional telah menilai Indonesia sebagai pemasok pekerja murah, yang menjadi tujuan pekerja tersebut bekerja di beberapa negara kaya lainnya. “Sebagian besar pekerja tersebut wanita muda, sehingga rentan diperlakukan tidak wajar. Selain itu, banyak pekerja berstatus illegal sebelum atau sesudah di luar negeri, yang memudahkan terjadinya trafficking,” tambahnya. Dijelaskan, trafficking terjadi karena adanya keinginan besar warga Indonesia bekerja di luar negeri dengan gaji yang dinilai besar, tingkat pengangguran tinggi, kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat, seingga tidak memahami kejahatan terhadap manusia tersebut. (dew)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar